Saat membeli tanah atau bangunan, sebaiknya Anda cek legalitas dari properti tersebut terlebih dahulu. Agar tidak menjadi masalah hukum di kemudian hari.
Di Indonesia, kepemilikan atas tanah diatur oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang ini memberikan dasar hukum bagi sistem kepemilikan tanah di Indonesia.
Menurut UU tersebut, kepemilikan tanah dapat dilakukan melalui beberapa jenis hak, di antaranya Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan sebagainya.
Berikut adalah beberapa hal terkait legalitas kepemilikan tanah atau bangunan di Indonesia:
Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah dokumen yang membuktikan bahwa seseorang memiliki hak kepemilikan atas tanah atau bangunan di Indonesia.
Sertifikat Hak Milik diberikan setelah proses pengukuran dan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Hak Milik merupakan hak paling kuat atas tanah dan bangunan, yang memberikan pemilik hak mutlak atas tanah tersebut. Sertifikat Hak Milik mencantumkan informasi seperti nama pemilik, luas tanah atau bangunan, lokasi, dan sebagainya.
Sertifikat Hak Milik sangat penting dalam proses jual beli tanah atau bangunan di Indonesia, karena menjadi bukti sah atas kepemilikan. Namun, masalah yang sering terjadi adalah masih banyak tanah atau bangunan yang belum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya kesadaran pemilik tanah atau bangunan, proses pendaftaran yang rumit dan biaya yang tinggi.
Untuk itu, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mempermudah proses pendaftaran dan pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM), sehingga masyarakat dapat memiliki hak kepemilikan tanah atau bangunan secara legal dan aman.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah dokumen resmi yang memberikan hak pemilikan atas bangunan yang didirikan di atas tanah yang tidak dimiliki secara langsung.
SHGB diberikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada pemilik bangunan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
SHGB sering kali menjadi pilihan bagi pengembang properti untuk membangun proyek mereka, terutama di kota-kota besar di mana tanah yang tersedia semakin sulit ditemukan. Dalam hal ini, pengembang harus mendapatkan hak guna bangunan dari pemilik tanah sebelum membangun di atasnya.
Pemilik SHGB dapat menjual atau memberikan hak sewa atas bangunan mereka kepada pihak lain. Namun, pemilik tidak memiliki hak atas tanah tempat bangunan berdiri, dan harus membayar sejumlah uang sewa kepada pemilik tanah setiap tahunnya.
Untuk memperoleh SHGB, pemilik bangunan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ATR/BPN. Persyaratan tersebut antara lain meliputi pendaftaran tanah, surat-surat kepemilikan tanah, pembayaran biaya pengurusan, serta pemenuhan syarat administratif dan teknis lainnya.
Masa Berlaku SHGB
SHGB memiliki masa berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun berikutnya.
Namun, pemerintah memiliki hak untuk mencabut SHGB jika terjadi pelanggaran hukum atau negara membutuhkan tanah tersebut untuk kepentingan publik.
Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS)
Dokumen resmi yang menunjukkan kepemilikan atas unit apartemen atau rumah susun yang terdaftar pada sertifikat tersebut.
SHMSRS diterbitkan oleh ATR/BPN dan berlaku sebagai bukti kepemilikan atas unit apartemen atau rumah susun.
SHMSRS memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi pemilik unit dalam memanfaatkan dan mengembangkan aset mereka. Pemilik SHMSRS memiliki hak untuk menjual, memberikan hak sewa, atau memberikan hak waris atas unit hunian mereka.
Untuk memperoleh SHMSRS, pemilik unit harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ATR/BPN, antara lain memiliki Surat Bukti Hak (SBH) atau Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah yang digunakan untuk bangunan, memenuhi kewajiban membayar pajak, serta memperoleh izin dari pemerintah setempat.
Masa Berlaku SHMSRS
Setelah memperoleh SHMSRS, pemilik unit harus membayar biaya administrasi dan pajak properti setiap tahunnya. Masa berlaku SHMSRS adalah selama 20 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun berikutnya.
Dalam beberapa kasus, SHMSRS juga dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Namun, pemilik harus berhati-hati dalam memilih pinjaman karena mereka harus membayar biaya bunga dan mencari sumber penghasilan yang stabil untuk membayar kembali pinjaman tersebut.
Bagi calon pembeli unit hunian, SHMSRS juga memberikan jaminan atas keabsahan kepemilikan unit yang akan dibeli.
Akta Jual Beli (AJB)
Dokumen resmi yang berisi perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli atas sebuah properti atau aset lainnya, seperti kendaraan atau mesin.
Di Indonesia, AJB dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memiliki kewenangan untuk membuat akta-akta yang berkaitan dengan tanah dan properti.
AJB memainkan peran penting dalam transaksi jual beli properti di Indonesia karena memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi penjual dan pembeli.
Dalam AJB, tercantum rincian tentang properti yang dijual, harga jual, serta hak dan kewajiban penjual dan pembeli.
Untuk memperoleh AJB, penjual dan pembeli harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PPAT, seperti memiliki Surat Bukti Hak (SBH) atau Hak Guna Bangunan (HGB) atas properti yang akan dijual, memenuhi kewajiban membayar pajak, serta memperoleh izin dari pemerintah setempat jika diperlukan.
Setelah AJB dikeluarkan, penjual dan pembeli harus menandatanganinya dan membayar biaya administrasi dan pajak properti yang terkait. AJB kemudian dicatatkan di kantor Pertanahan setempat untuk memastikan bahwa properti tersebut telah berpindah kepemilikan secara sah.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Dokumen resmi yang diperlukan oleh setiap pemilik tanah atau bangunan di Indonesia yang ingin membangun atau merenovasi bangunan.
IMB dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan berfungsi sebagai persyaratan hukum untuk memastikan bahwa bangunan yang dibangun sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
IMB memainkan peran penting dalam memastikan keselamatan dan kesehatan bagi orang yang akan menggunakan bangunan tersebut. Pemilik bangunan harus memperoleh IMB sebelum memulai konstruksi bangunan baru atau melakukan renovasi pada bangunan yang sudah ada.
Untuk memperoleh IMB, pemilik bangunan harus mengajukan permohonan ke Pemerintah Daerah setempat dan menyertakan dokumen-dokumen seperti gambar rencana bangunan, dokumen kepemilikan tanah, serta hasil pengukuran dan verifikasi lapangan.
Setelah itu, Pemerintah Daerah akan melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap dokumen yang diajukan dan menetapkan apakah bangunan tersebut memenuhi persyaratan untuk diberikan IMB atau tidak.
Setelah IMB dikeluarkan, pemilik bangunan harus mengikuti standar dan peraturan yang berlaku selama proses pembangunan atau renovasi berlangsung. Jika tidak memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, maka IMB dapat dicabut oleh pihak berwenang dan pemilik bangunan akan dikenakan sanksi atau denda.
IMB memainkan peran penting dalam memastikan keselamatan dan kesehatan bagi pengguna bangunan serta memastikan bahwa bangunan dibangun sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
Oleh karena itu, pemilik bangunan harus memperoleh IMB sebelum memulai konstruksi atau renovasi bangunan, dan memastikan bahwa mereka mengikuti standar dan peraturan yang berlaku selama proses pembangunan atau renovasi berlangsung.
Penting untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut valid dan sah agar tidak terjadi masalah hukum di kemudian hari.
Jika Anda memiliki pertanyaan atau perlu bantuan dalam mengurus legalitas kepemilikan tanah atau bangunan, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris.